Menantu Dewa Obat ~ Bab 12
Bab 12
Tiga orang di ruangan itu saling
memandang, Axel menggertakkan giginya dan berdiri dari lantai sambil memelototi
Reva.
Reva, sudah puas kau!” Axel menggertakkan
giginya dan berkata, “Kau telah membuat keluargaku seperti ini, sudah senang
kau!”
Reva menunduk dan tidak mengatakan
apa-apa.
“Sudahlah, apa gunanya kau berbicara
dengannya? Jika dia masih punya hati nurani, dia juga tak akan seperti ini!” Alina
mengibaskan tangannya dengan marah:
Reva menggertakkan giginya sambil
menekan amarah di hatinya lalu berjalan ke dapur.
Setelah beberapa saat terdengar suara
pintu terbuka.
Reva segera berlari dan melihat bahwa
itu adalah Hana Shu, adik iparnya.
Hana adalah adik perempuan Nara
tetapi penampilannya beda jauh dengan Nara. Kalau tidak dia juga tak akan mau
menikahi orang seperti Hiro.
Meskipun begitu Hana selalu
menganggap remeh Reva. Menurutnya meskipun jika semua pria di seluruh dunia
mati, dia juga tak akan pernah menyukai Reva!
Reva lalu melanjutkan pekerjaannya di
dapur kemudian membawa makanan ke meja tetapi Nara belum juga kembali.
Hana tiba-tiba berkata: “Reva, pergi
ke kamar kakakku dan ambilkan aku ponsel!”
Nada bicaranya seperti sedang
memanggil para pelayan.
Reva tidak berbicara dan berjalan ke
kamar.
Ada dua ponsel di atas meja, satu
milik Nara dan yang satunya lagi milik Hana. Tampaknya Nara tidak membawa
ponselnya ketika dia pergi.
Reva mengambil ponsel Hana dan baru
saja dia mau melangkah pergi tiba-tiba ponsel Nara menyala dan sebuah pesan
ditampilkan.
“Sayang, akhirnya kau mau menurutiku?
Bagus sekali, Hotel Marriott, kamar 2018, jam tiga sore, aku akan menunggumu,
XoXo!”
Pada saat ini Reva seperti merasakan
baskom yang berisi air es mengalir dari atas kepalanya..
Nara, akhirnya menuruti kemauannya?
Dia… dia punya janji dengan orang lain di hotel!?
Reva tidak tahu berapa lama dia
terdiam di tempat. Dia hanya merasa bahwa hatinya seakan mau meledak.
Wanita yang paling dia cintai, wanita
yang dia percayai ternyata mengkhianatinya?
Reva tertegun untuk beberapa waktu
dan setelah agak lama dia baru tersadar kembali.
Dia meninggalkan ruangan dengan
ponselnya dalam keadaan linglung. Reva bahkan tidak tahu bagaimana dia
menyelesaikan makannya dan hanya pesan itu yang terus meneru bergema di
benaknya.
Setelah pukul dua siang Nara baru
kembali dari luar. Reva pun berangsur-angsur pulih.
Raut wajah Nara tampak dingin. Dia
juga tidak berbicara dengan Reva. Nara hanya mengambil ponsel dan ranselnya
kemudian hendak pergi.
“Mau kemana?” Tanya Reva.
Nara meliriknya dan berkata dengan
dingin, “Tak perlu mengaturku! Kau urus saja urusanmu sendiri dulu. Dapatkah
kau membuat orang lain tidak mengumpatmu dengan sebutan orang tak berguna!”
“Kau ..” Reva hampir memarahinya
tetapi pada akhirnya dia menelan kembali amarah di dalam hatinya.
Atau mungkin Nara memang tak pernah
menyukainya.
Pernikahan ini sudah salah sejak
awal. Jika memang seperti itu maka lebih baik dihentikan semuanya!
Tetapi Reva masih tidak terlalu mau
menyerah.
Melihat Nara pergi, dia diam-diam
mengikutinya dari belakang.
Nara benar-benar datang ke Hotel
Marriott, Kamar 2018.
Dia berdiri di pintu kamar dan
terlihat ragu-ragu sejenak kemudian mengetuk pintu kamar.
Tidak lama kemudian pintu terbuka
lalu seorang pria dengan perut besar dan mata cabul membuka pintu dan
membiarkan Nara memasuki ruangan.
Bukankah pria ini Julian?
Jangan – jangan Nara mempunyai
beberapa pria lain di luaran?
Hati Reva seakan menggantung di
tenggorokannya pada saat ini. Dia benar-benar ingin masuk kedalam untuk
menghentikan Nara.
Tetapi pada akhirnya dia tidak
melakukannya.
Hatinya sudah mati rasa tetapi dia
juga tak mau membesarkan masalah ini.
Atau memang benar seperti yang
dikatakan Axel. Selama bertahun-tahun ini dia telah menghalangi masa depan
Nara.
Kalau begitu maka marilah kita
selesaikan semua dengan baik-baik!
Reva menghela nafas dan turun ke
bawah dengan perlahan. Tetapi saat melihat kamar yang berada di lantai atas itu
dia masih merasa sedikit tidak puas.
Bagaimana jika dia telah salah paham
terhadap Nara?
Setelah Reva memikirkannya sejenak,
kemudian dia juga menyewa sebuah kamar yang kebetulan. bersebelahan dengan
kamar nomor 2018.
Reva naik ke atas dan langsung masuk
ke dalam kamar. Dia bersandar di dinding dan mendengarkan dengan seksama.
Meskipun insulasi suara ruangan itu
bagus tetapi Reva yang telah berlatih seni penciptaan pendengarannya lebih
tajam daripada orang biasa. Reva yang berdiri menempel di dinding samar-samar
mendengar erangan yang datang dari pintu sebelah. Jelas sekali mereka sedang
melakukan hal – hal yang tidak terpuji.
Kali ini Reva hanya merasakan
kepalanya yang berdengung seperti mau meledak saja.
Nara, dia benar-benar telah
mengkhianati dirinya!
Reva mengepalkan tangannya erat-erat
dan menusukkan kuku ke dalam dagingnya tetapi dia seperti tidak merasakan sakit
sedikit pun.
Pada saat ini rasa sakit yang ada di
hati Reva benar-benar telah mengontrol seluruh pikirannya!
Tiga tahun! Tiga tahun!!!
Reva melakukan semua yang dia bisa
dan dia juga tidak peduli jika dia diumpat dengan sebutan tidak berguna bahkan
dihina dan dikritik oleh ribuan orang.
Reva mencintainya meskipun dia tidak
pernah menyentuh rambutnya dia juga tidak peduli sama sekali. Reva percaya
bahwa suatu hari ketulusannya akan meluluhkan hati Nara!
Tetapi untuk saat ini semua
kepercayaan dan perasaannya lenyap tak bersisa!
Hatinya seketika itu juga mati rasa.
Reva tidak tahu bagaimana dia
meninggalkan hotel. Dia duduk di tepi sungai Carson sampai hari mulai gelap
barulah dia mulai sedikit tenang.
Mungkin sudah waktunya untuk
mengakhiri segalanya!
Mari selesaikan semua dengan baik –
baik.
Ketika Reva sampai di rumah Nara juga
sudah ada di rumah dan Hana belum juga pergi.
“Kau masih tahu pulang? Sudah jam
berapa sekarang dan kau masih belum pergi memasak?” Alina berteriak dengan
kencan.
Reva tidak mempedulikannya dan langsung
kembali ke kamarnya.
Suara pancuran terdengar dari kamar
mandi. Nara sedang mandi.
Reva duduk di samping tempat tidur
dan menunggu. Tak sengaja dia melihat ransel Nara tetapi tiba-tiba dia
tertegun.
Reva melihat ransel Nara yang
setengah terbuka dan ada sekotak barang di dalamnya. Hanya sebagian yang
terlihat.
Reva langsung mengeluarkan kotak itu,
ternyata kotak Durex. Kotak Durex yang telah dibuka. Ada beberapa bungkusan
yang robek di dalamnya sepertinya telah digunakan.
Saat itu juga emosi Reva melambung
tinggi lagi dan hampir meledak.
Nara benar-benar membawa
barang-barang ini bersamanya? Sebenarnya.. sebenarnya dia sudah berapa kali
mengkhianatinya!
Reva menyesali dirinya yang selalu
berpikir Nara masih begitu suci dan bersih. Berapa banyak hal – hal tidak
terpuji yang telah dia lakukan di belakang Reva?
Di saat yang sama suara Hana
terdengar dari luar pintu.
Raut wajah Reva berubah dan dia
dengan terburu-buru memasukkan kotak Durex itu ke dalam tasnya.
Hana masuk kedalam kamar kemudian
mengambil tas dan keluar.
Hati Reva kembali terasa dingin.
Sepertinya Hana juga mengetahui hal ini dan dia telah membantu Nara
menutupinya?
Keluarga ini sebenarnya telah
menganggap dirinya sebagai apa?
Pintu kamar mandi terbuka dan Nara
keluar dari dalam.
Melihat Reva yang berada di kamar
Nara tampak terkejut: “Kapan… kapan kau kembali?”
Reva tidak berbicara dan hanya
menatap Nara dengan dingin.
Nara menjadi sedikit bergidik dan
berkata dengan marah, “Apa yang sedang kau lakukan?”
Sebenarnya Reva sangat ingin marah
ketika melihat kotak Durex itu tadi.
Tetapi ketika dia melihat Nara
sekarang hatinya terasa jauh lebih tenang.
Atau mungkin karena wanita ini tidak
pernah menjadi miliknya. Lalu untuk apa dia harus berteriak padanya?
“Nara …” Reva terdiam agak lama, lalu
berkata dengan lirih, “Kita cerai saja!”
Nara yang sedang menyeka rambutnya
langsung tertegun dan tanpa sadar menjatuhkan handuk yang berada di tangannya
ke lantai.
Dia menoleh dan menatap Reva dengan
tak percaya: “Apa … apa yang kau katakan?”
“Kita cerai saja…” kata Reva lembut.
Nara memandang Reva dengan marah:
“Coba… coba kau katakan sekali lagi!”
“Kita bercerai saja!” Raut wajah Reva
tampak tenang: “Seperti ini terus juga tidak baik untuk kita semua.. kau.. kau
pantas mendapatkan yang lebih baik.”
Reva ingin mengeluarkan semua
kemarahan yang ada di hatinya tetapi pada akhirnya dia tidak melakukannya juga.
Karena hubungan mereka juga hanya
sebuah status maka lebih baik berpisah dengan baik – baik.
Setidaknya keluarga Shu telah
memberinya 100.000 dolar untuk menolong Reina saat dia sangat membutuhkannya.
“Itu bukan urusanmu!” Nara berteriak.
Dia menunjuk Reva dan meraung: “Reva, kau dengar yah! Bahkan jika kau ingin
bercerai juga harus aku yang mengatakannya dulu. Kau tidak berhak mengucapkan
kata-kata ini kepadaku!”
Nara berlari keluar sambil menangis.
Reva duduk bersandar di tempat tidur,
suasana hatinya juga sangat tidak nyaman. Tetapi masalah perasaan ini perlu
segera diatasi dan diselesaikan. Jika semakin lama dibiarkan akan semakin sulit
nantinya.
Kali ini, orang tua Nara tidak datang
dan menyalahkan Reva. Benar – benar jarang terjadi.
Ini sudah cukup untuk menjelaskan
bahwa mereka juga ingin Reva dan Nara bercerai.
Post a Comment for "Menantu Dewa Obat ~ Bab 12"